Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04 km²
atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan
kepulauan Sumatera yang membentang dari barat ke timur mulai dari kaki
gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh Besar) sampai ke sisi Krueng
Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh
250 km. Sesudah dimekarkan luas wilayah menjadi 2.927,95 km².
Wilayah bagian barat Kerajaan Aceh Darussalam mulai dibuka dan dibangun pada abad ke-16 atas prakarsa Sultan Saidil Mukamil (Sultan Aceh yang hidup antara tahun 1588-1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda (Sultan Aceh yang hidup tahun 1607-1636) dengan mendatangkan orang-orang Aceh Rayeuk dan Pidie. Daerah ramai pertama adalah di teluk Meulaboh (Pasi Karam) yang
diperintah oleh seorang raja yang bergelar Teuku Keujruen Meulaboh, dan
Negeri Daya (Kecamatan Jaya) yang pada akhir abad ke-15 telah berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah dengan gelar Poteu Meureuhom Daya. Dari perkembangan selanjutnya, wilayah Aceh Barat diakhir abad ke-17
telah berkembang menjadi beberapa kerajaan kecil yang dipimpin oleh
Uleebalang, yaitu : Kluang; Lamno; Kuala Lambeusoe; Kuala Daya; Kuala
Unga; Babah Awe; Krueng No; Cara' Mon; Lhok Kruet; Babah Nipah; Lageun;
Lhok Geulumpang; Rameue; Lhok Rigaih; Krueng Sabee; Teunom; Panga;
Woyla; Bubon; Lhok Bubon; Meulaboh; Seunagan; Tripa; Seuneu'am; Tungkop;
Beutong; Pameue; Teupah (Tapah); Simeulue; Salang; Leukon; Sigulai.
Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya
dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh
anaknya yang bernama T.Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya
lagi yang bernama T.Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T.Tjik Abah
(sementara) dan kemudian diganti oleh T.Tjik Manso yang memiliki tiga
orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T.Tjik Raja Nagor
yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian
digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara
anak T.Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil. Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T.Rosman. mantan Bupati Aceh Barat)
anak dari Teuku Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan
dikembalikan kepadanya, namun T.Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda
malah mengfitnah Teuku Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T Raja
Neh dibuang ke Sabang.
Pada tahun 1942 saat Jepang masuk ke Meulaboh, T.Tjik Ali Akbar
dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben dan pada tahun 1978,
mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama
tentara Desa Suak Indrapuri, kemudian Meulaboh diperintah para Wedana
dan para Bupati dan kemudian pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan
Raya, Aceh Jaya. (teuku dadek) Dimasa penjajahan Belanda, melalui suatu perjanjian (Korte
Verklaring), diakui bahwa masing-masing Uleebalang dapat menjalankan
pemerintahan sendiri (Zelfsbestuur) atau swaparaja (landschap). Oleh
Belanda Kerajaan Aceh dibentuk menjadi Gouvernement Atjeh en
Onderhorigheden (Gubernemen Aceh dan Daerah Taklukannya) dan selanjutnya
dengan dibentuknya Gouvernement Sumatera, Aceh dijadikan Keresidenan
yang dibagi atas beberapa wilayah yang disebut afdeeling (provinsi) dan
afdeeling dibagi lagi atas beberapa onderafdeeling (kabupaten) dan
onderafdeeling dibagi menjadi beberapa landschap (kecamatan).
Aceh Barat sangat berkaitan dengan sejarah Meulaboh, Ibukota
Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Kecamatan Johan Pahlawan,
sebagian Kaway XVI dan sebagian Kecamatan Meureubo adalah salah satu
Kota yang paling tua di belahan Aceh bagian Barat dan Selatan. Menurut
HM.Zainuddin dalam Bukunya Tarih Atjeh dan Nusantara, Meulaboh dulu
dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Nama tersebut kemungkinan ada
kaitannya dengan sejarah terjadinya tsunami di Kota Meulaboh pada masa
lalu, yang pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi kembali. Meulaboh sudah berumur 402 tahun terhitung dari saat naik tahtanya
Sultan Saidil Mukamil (1588-1604), catatan sejarah menunjukan bahwa
Meulaboh sudah ada sejak Sultan tersebut berkuasa. Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda
(1607-1636), demikian HM.Zainuddin negeri itu ditambah pembangunannya.
Di Meulaboh waktu itu dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak
begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak
disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus.
Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir
Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada. Untuk
mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh
Besar.
Seluruh wilayah Keresidenan Aceh dibagi menjadi 4 (empat) afdeeling
yang salah satunya adalah Afdeeling Westkust van Atjeh atau Aceh Barat
dengan ibukotanya Meulaboh. Afdeeling Westkust van Atjeh (Aceh Barat)
merupakan suatu daerah administratif yang meliputi wilayah sepanjang
pantai barat Aceh, dari gunung Geurutee sampai daerah Singkil dan
kepulauan Simeulue serta dibagi menjadi 6 (enam) onderafdeeling, yaitu :
- Meulaboh dengan ibukota Meulaboh dengan Landschappennya Kaway XVI, Woyla, Bubon, Lhok Bubon, Seunagan, Seuneu'am, Beutong, Tungkop dan Pameue;
- Tjalang dengan ibukota Tjalang (dan sebelum tahun 1910 ibukotanya adalah Lhok Kruet) dengan Landschappennya Keluang, Kuala Daya, Lambeusoi, Kuala Unga, Lhok Kruet, Patek, Lageun, Rigaih, Krueng Sabee dan Teunom;
- Tapaktuan dengan ibukota Tapak Tuan;
- Simeulue dengan ibukota Sinabang dengan Landschappennya Teupah, Simalur, Salang, Leukon dan Sigulai;
- Zuid Atjeh dengan ibukota Bakongan;
- Singkil dengan ibukota Singkil.
Di zaman penjajahan Jepang (1942 - 1945) struktur wilayah
administrasi ini tidak banyak berubah kecuali penggantian nama dalam
bahasa Jepang, seperti Afdeeling menjadi Bunsyu yang dikepalai oleh
Bunsyucho, Onderafdeeling menjadi Gun yang dikepalai oleh Guncho dan
Landschap menjadi Son yang dikepalai oleh Soncho.Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan
Undang-undang Nomor 7 (Drt) Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom
Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Provinsi Sumatera Utara, wilayah
Aceh Barat dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh
Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat dengan Ibukota
Meulaboh terdiri dari tiga wilayah yaitu Meulaboh, Calang dan Simeulue,
dengan jumlah kecamatan sebanyak 19 (sembilan belas) Kecamatan yaitu
Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur;
Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi
Niet; Jaya; Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah
Selatan dan Salang. Sedangkan Kabupaten Aceh Selatan, meliputi wilayah
Tapak Tuan, Bakongan dan Singkil dengan ibukotanya Tapak Tuan.
Pada Tahun 1996 Kabupaten Aceh Barat dimekarkan lagi menjadi 2 (dua)
Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Barat meliputi kecamatan Kaway XVI;
Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla;
Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya dengan
ibukotanya Meulaboh dan Kabupaten Adminstrtif Simeulue meliputi
kecamatan Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah
Selatan dan Salang dengan ibukotanya Sinabang. Kemudian pada tahun 2000 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5,
Kabupaten Aceh Barat dimekarkan dengan menambah 6 (enam) kecamatan baru
yaitu Kecamatan Panga; Arongan Lambalek; Bubon; Pantee Ceureumen;
Meureubo dan Seunagan Timur. Dengan pemekaran ini Kabupaten Aceh Barat
memiliki 20 (dua puluh) Kecamatan, 7 (tujuh) Kelurahan dan 207 Desa. Selanjutnya pada tahun 2002 Kabupaten Aceh Barat daratan yang luasnya
1.010.466 Ha, kini telah dimekarkan menjadi tiga Kabupaten yaitu
Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat
dengan dikeluarkannya Undang-undang N0.4 Tahun 2002
0 komentar:
Posting Komentar